Sabtu, 19 Juni 2010

Sejarah Diving di dunia sepakbola

DUA dekade lalu, tidak banyak pemain yang berpikir untuk mengelabui wasit demi mendapat hadiah. Entah itu penalti, tendangan bebas, atau membuat pemain lawan dikartu merah. Tapi, sekarang, menjatuhkan diri alias diving untuk menipu wasit menjadi aksi yang umum dalam sebuah pertandingan.

Pemain yang dianggap sebagai "bapak diving" di pentas sepak bola modern adalah mantan kapten timnas Jerman Juergen Klinsmann. Aksinya di final Piala Dunia 1990, saat Jerman Barat menghadapi Argentina, tidak pernah bisa dilupakan. Bukan karena dia mencetak gol kemenangan Jerman, melainkan karena diving legendarisnya.

Pada partai puncak yang dihelat di Stadion Olimpico, Roma, tersebut, Argentina tampil prima. Soliditas lini belakang Tango -sebutan timnas Argentina- tak bisa ditembus Rudi Voeller dkk. Jerman pun frustrasi lantaran sampai menit ke-80 belum bisa mencetak gol. Sedangkan lawan tampak lebih siap melanjutkan pertandingan ke perpanjangan waktu, bahkan adu penalti.

Ketika keadaan makin genting, Klinsi -sapaan Klinsmann- mendapatkan bola di sisi kanan. Belum apa-apa, dia sudah dihadang salah seorang bek Tango Pedro Monzon. Klinsi yang cerdik (atau lebih pantas disebut licik) melihat kaki Monzon bergerak seperti hendak meneklingnya.

Klinsi yang saat itu masih berusia 26 tahun dan merumput di Inter Milan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Kala kaki Monzon mengayun, dia tiba-tiba menjatuhkan diri sembari berteriak nyaring. Dia jatuh, lantas berguling tiga kali di tanah.

Wasit yang saat itu belum tahu banyak tentang teknik diving seketika mengganjar Monzon dengan kartu merah. Itu adalah kartu merah pertama yang dikeluarkan wasit dalam final Piala Dunia. Jerman jadi juara berkat penalti yang disarangkan Andreas Brehme. Setelah itu, Klinsi dianggap sebagai raja diving sedunia.

Mulai dekade lalu, diving menjadi marak di pertandingan-pertandingan internasional. Tapi, belakangan, pertandingan antarklub pun menjadi panggung penipuan pemain. Bahkan, pelakunya tidak hanya striker. Asal dalam keadaan menyerang, seluruh pemain berpeluang menjadi penipu.

Filippo dan Simone Inzaghi, Cristiano Ronaldo, serta Wayne Rooney adalah segelintir penerus Klinsi dalam hal mengelabui wasit. Namun, pesona Klinsi ternyata belum padam. Awal bulan ini, dia dipilih sebagai diver terbaik sepanjang masa oleh pembaca London Papers. Dia meraih suara 35 persen, mengungguli si anak muda Ronaldo.

"Saya tidak terkejut kalau Klinsi menduduki posisi teratas di polling itu. Bisa dibilang, dialah yang memopulerkan diving ke sepak bola modern. Apalagi, dia melakukannya dengan aksi teatrikal yang berlebihan," kata Nike Rostron-Pike, direktur halaman online Guardian. "Dialah pionir aksi treble roll (berguling tiga kali) yang sekarang marak dipraktikkan pemain-pemain muda," lanjutnya.

Kendati tidak punya satu aksi fenomenal, Inzaghi bersaudara juga cukup dikenal berkat aksi tipu-tipu. Dua orang itu, terutama Pippo, terlampau sering jatuh tidak wajar. Mantan defender Manchester United Jaap Stam termasuk salah seorang yang sangat membenci kakak beradik tersebut.

Dalam otobiografinya, Stam menyebut me*eka Teletubbies, tokoh boneka anak-anak yang gampang jatuh. "Mereka itu (Inzaghi bersaudara) tidak usah ditekling saja sudah jatuh sendiri," kata Stam sinis. Ironisnya, Stam pernah menjadi rekan setim mereka saat merumput di Lazio dan AC Milan.

Parahnya, kini diving menjadi semacam kebutuhan, rencana cadangan kalau skema serangan tidak berbuah gol. Bahkan, pemain dengan skill tinggi semacam Ronaldo pun tak ragu melakukannya. Kamera yang bisa memotret berbagai angle juga tidak mencegah mereka dari niat menipu demi meraih kemenangan. (na/aww)

sumber:http://www.jawapos.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar